Wednesday 7 April 2010

Kebajikan Yang Dapat Menjadi Sangat Tak Jelas

Kembali di tengah malam yang sunyi dan sepi ini - bagaikan seseorang yang mencoba melawak atau melucu kepada teman-temannya tapi lawakannya tak lucu sama sekali sampai-sampai ada suara "krik.. krik.. krik.." - saya menulis beberapa tulisan tak penting dari saya sendiri. Niat yang sangat baik dari saya yang mau belajar tadi jadi tertunda gara-gara file .pdf yang buat belajar itu ternyata saya tadi belum sempat mencopy, dan saya harus menunggu teman saya bangun baru saya bisa melanjutkan belajar saya.
"Sungguh terlalu..."

Kemudian mungkin kalian bertanya, "Lalu apa yang akan Anda lakukan untuk mengisi kekosongan waktu ini?" Walau pada realitanya kemungkinan tersebut hanya 0%. Dan mungkin saya akan menjawab, "Wallahu'alam. Hanya Dia-lah yang tahu. Saya sendiri saja masih bingung mau melakukan apa."

"Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (Q.S. Al Ashr : 1 - 3)

Begitulah firman-Nya dalam surat Al Ashr yang menyebutkan bahwa manusia memang benar-benar dalam keadaan yang sangat rugi jika tak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Contohnya ya seperti saya yang sungguh amat tak jelas ini, benar-benar orang yang rugi karena tak bisa memanfaatkan waktu yang ada ini untuk mengerjakan kebajikan seperti yang disebutkan di ayat tadi. Tapi ya apa boleh buat kan. Niat awal saya tadi adalah mengerjakan kebajikan (belajar), tapi berhubung ternyata Tuhan berkehendak lain, maka apa yang harus saya lakukan?
Apa saya harus menggedor-gedor pintu kamar teman saya menyuruhnya untuk bangun, kemudian saya mengerjakan kebajikan?
Jika tak bangung-bangun juga apa saya harus mendobrak paksa agar terbuka kamarnya?
Atau mengutak-atik kunci untuk membuka kamarnya, dan setelah selesai baru mengerjakan kebajikan?
Sungguh orang yang tak jelas yang mau repot-repot memikirkan pemikiran yang tak jelas ini. Dan lalu ada pertanyaan, "Terus siapa yang memikirkan pemikiran tak jelas itu sebenarnya?"
Dan mungkin saya akan diam seribu empat ratus tujuh puluh sembilan bahasa. ".........."

Jadi yang mau saya katakan dari tadi adalah bahwa tidak semua amalan kebajikan yang kita lakukan bisa disebut "kebajikan" kalau sebelum atau "tepat" sebelum melakukan amalan kebajikan itu (yang pada dasarnya "mungkin" belum bisa disebut "kebajikan") kita menyalah gunakan keadaan atau situasi dan waktu yang ada untuk merugikan orang lain atau diri sendiri dengan niatan untuk melakukan amalan kebajikan. Dan menurut saya sendiri, itu tidak bisa disebut amalan kebajikan. Tak tahu juga apa pemikiran orang lain, apakah itu amalan kebajikan atau tidak.
Mungkin ada yang menyebutkan itu merupakan amal kebajikan dengan alasan "Segala amalan tergantung niatnya dong. Kan niatnya juga untuk melakukan amal kebajikan? Ya anggap saja perbuatan sebelum melakukan amal kebajikan itu diampuni oleh Tuhan setelah melakukan amal kebajikan itu."
Oke, itu pemikiran orang lain, "saya terima dengan senang hati" (dan lagi saya menyebutkan kutipan tak jelas dari dosen saya yang mungkin menurut saya kurang jelas). Dan yang akan saya katakan adalah, "Bisa-bisanya Anda dengan penuh percaya diri bahwa "perbuatan-sebelum-melakukan-amal-kebajikan" tadi akan diampuni oleh-Nya?"
Kita tak akan pernah tahu kan, perbuatan buruk kita yang mana yang telah diampuni oleh-Nya, yang belum diampuni oleh-Nya, dan mungkin yang tak akan pernah diampuni oleh-Nya (Naudzubillah....)? Memang kalau menurut saya ada "kemungkinan" perbuatan tersebut akan diampuni, jika memang perbuatan tersebut terpaksa kita lakukan karena tak ada jalan lain lagi, dan yang pasti kemungkinan tersebut tidak banyak juga ya presentasenya. Jadi jangan dengan sangat tak jelasnya langsung percaya diri bahwa perbuatan tersebut akan diampuni. Kita tak akan bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada diri kita nanti.

Kita telusuri saja cerita permisalan yang di atas, saat saya harus merugikan orang lain untuk melakukan amal kebajikan. Saat saya membangunkan paksa atau mungkin menghancurkan pintu kamarnya hanya untuk seonggok file yang mungkin masih bisa diambil saat teman saya itu sudah bangun, apa yang mungkin ada di pikiran teman saya itu jika menyaksikan saya melakukan perbuatan tidak keren dan tidak jelas itu? Mungkin sebagian dari kalian (sekali lagi dalam kemungkinan 0%) akan menjawab kalau teman saya pasti marah, jengkel, sebel, bangka, mangkel, sengit, eneg, jeleh, dan berbagai macam ekspresi tak jelas lainnya. Dan kemudian apakah di dalam hatinya akan ada keikhlasan karena sudah dibangunkan secara paksa sampai-sampai harus meluluh lantahkan pintu kamarnya itu? Akan ada yang menjawab ikhlas dengan alasan, "Wah nggak apa-apa lah, ambil hikmahnya saja, saya jadi bisa sholat malam, jarang-jarang kan saya dibangungkan dengan cara seperti itu, saya manfaatkan saja. Toh dia dari tadi sore lagi nggak waras juga. Saya maklumin lah." Dan yang berpendapat seperti itulah orang-orang yang sungguh berhati mulia dan sepertinya orang yang berpendapat seperti itu jika dimasukkan ke dalam keadaan seperti cerita fiktif di atas tak akan mungkin berpikiran seperti itu. Karena sesungguhnya orang-orang lebih mudah berbicara daripada berbuat. Itulah kenyataanya kita sebagai manusia.
Dan kemungkinan yang sangat jelas dan pasti adalah teman saya tak akan ikhlas di dalam hatinya, mungkin sampai berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau berabad-abad. Dan setahu saya apabila ada orang yang merasa tak ikhlas kepada seseorang dengan alasan yang jelas, maka orang yang tak diikhlasi tadi hidupnya tak akan tenang baik di dunia dan di akhirat (jika orang itu punya pemikiran waras), lagian mana ada orang tak waras yang dibenci, dijengkelin, dimarahin?
Jangan sampai ada kejadian begini, "Hai kamu orang gila! Berengs*K kamu! Anji*g kamu! Berani-beraninya kamu merebut Luna Maya dariku!" Nggak mungkin juga kan? Sungguh dunia yang tak jelas apabila sampai kejadian. ~~

Kembali ke cerita di atas, maka apa yang harus saya lakukan jika tak mengerjakan amalan kebajikan tersebut demi tidak merugikan orang lain? Ya lakukan lah yang menurutmu baik. Seperti contoh saya yang tak jelas ini, menulis tulisan tak jelas panjang lebar tinggi. Tapi tak apa kan? Toh saya tak merugikan orang lain? Apakah ada yang tersinggung? Toh ini blog jarang ada yang baca pula, lagian saya tak menyinggung orang lain sama sekali kan? Semua cerita fiktif tak jelas, tokoh-tokoh tak fiktif pun tak jelas pula, jadi kalau ada yang masih tersinggung, sungguh orang itu tak jelas.

Jadi secara nalarisme mungkin 7 dari 8 wanita Indonesia memilih setuju tentang ayat-ayat yang telah disampaikan di atas tadi adalah masuk akal. Dan mungkin kalian berpikir, apa hubungannya dengan survey dari 8 wanita Indonesia? Sepertinya tak asing...
Dan jangkrik pun berderik, "Krik.. krik.. krik.."

"Jadi apa hubungannya dengan 8 wanita Indonesia??"
Benar-benar tak jelas... ~~

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

No comments:

Post a Comment